Keterangan Gambar : Syafrizal
BENGKALIS – Seruan perubahan terhadap arah dan posisi Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) kembali mencuat dari kalangan ninik mamak. Syafrizal, perwakilan sembilan kepala suku dari Desa Petani, Buluh Manis, dan Air Kulim, menegaskan bahwa sudah saatnya LAM berdiri independen dan tidak lagi terikat langsung dengan pemerintah daerah, melainkan berada di bawah koordinasi Sultan serta Dato’-Dato’ Adat atau ninik mamak di 12 kabupaten/kota se-Riau.

Menurutnya, selama ini kedekatan LAMR dengan kekuasaan politik daerah telah mengaburkan fungsi utamanya sebagai penjaga marwah dan kedaulatan adat Melayu.
“Sudah terlalu lama lembaga adat dijadikan alat politik. Masyarakat Melayu jenuh dengan politik belah bambu yang memecah belah dan melemahkan perjuangan adat,” tegas Syafrizal, Selasa (11/11/2025).
“Riau negeri kaya, adatnya tinggi, marwahnya besar. Tapi kalau lembaga adat masih bergantung pada hibah, bagaimana bisa menjaga marwah? Sudah waktunya LAMR mandiri, berdiri di bawah Sultan dan Dato’-Dato’ Adat di seluruh Riau,” ujar Syafrizal.
“Kita ingin adat benar-benar netral. Tidak berpihak kepada kekuasaan, tapi berpihak kepada kebenaran dan marwah Melayu. Biarlah Sultan dan Dato’-Dato’ Adat menjadi penjaga utama adat, sebagaimana dahulu sebelum republik ini merdeka,” ucapnya menegaskan.
“Kita ingin LAMR kembali berdiri tegak di atas kekuatan adat dan rakyatnya sendiri, bukan di bawah bayang-bayang kepentingan siapa pun,” pungkasnya.(Red)
Tulis Komentar